CATATAN AKHIR TAHUN
Selama 12 bulan berjalan mengiringi perjalanan hidup. Tahun
ini adalah tahun yang luar biasa memberikan pelajaran berharga. Tahun yang
memberikan gambaran nyata betapa kontrasnya perasaan bahagia dan sedih. Selama
dua puluh tahun ini entah mengapa aku benar-benar merasakan kontrasnya perasaan
itu baru di tahun ini. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, perasaan bahagia
yang kurasakan hanyalah sekedar bahagia, iya bahagia yang biasa-biasa saja.
Begitupula dengan rasa sedih, sedih yang kurasakan tahun sebelumnya hanyalah
sedih yang biasa-biasa saja iya sangat biasa yang tidak bermakna apa-apa.
Tahun 2014 adalah tahun yang teramat berharga untuk
dilupakan begitu saja. Tahun yang penuh pembelajaran sarat akan makna. Memang
aku akui bahwa dalam setiap proses kehidupan yang terjadi dalam 2014 ini tidak
kumaknai dengan sempurna, terkadang semua proses yang berjalan justru terlewat
begitu saja tanpa sebuah pemaknaan yang berarti.
Menganggap setiap proses adalah pendewasaan diri, namun
waktu kuabaikan begitu saja berlalu tanpa pemaknaan yang lebih berarti.
Kontrasnya perasaan yang kurasakan justru yang membekas dalam memori jelang
detik terakhir tahun 2014 ini. Bersama dengan kutuliskan tulisan ini, sebuah
catatan sederhana dipenghujung tahun 2014 aku ingin membagikan kisah sederhana
secara singkat apa yang telah aku lalui dalam kurun waktu satu tahun ini, ya di
tahun 2014.
Awal tahun 2014 adalah awal yang aku lalui dengan penuh
senyum, entah apakah hal itu yang disebut dengan perasaan bahagia. Bersama
kawan dekat serta teman yang kumaknai lebih dari sekedar teman, pintu 2014
terbuka dengan disambut senyum yang selalu merekah. Kulalui awal tahun itu
dengan penuh suka cita, berharap begitu seterusnya aku menjalani kehidupan di
tahun 2014 selanjutnya. Rasa bahagia, iya rasa itu nyata terasa. Bahagia yang
benar-benar berbeda, sambutan keluarga terhadap teman yang lebih dari sekedar
teman membuatku merasa lega bahwa tidak ada penolakan yang kentara
diperlihatkan keluargaku terhadapnya.
Bulan berikutnya masih terasa sedikit bahagia itu. Memang
tidak kumaknai bulan kedua itu dengan pemaknaan yang berlebih, apalagi untuk
mengabadikan setiap perjalanan kehidupan. Aku menjalaninya dengan enjoy tanpa mempedulikan apa yang
sebenarnya terjadi pada diriku. Tak terasa bahagia yang kurasakan tidak lagi
sebahagia awal bulan ditahun itu. Aku merasakan kejanggalan terjadi pada
perasaanku. Iya perasaan yang salah pada teman yang membuatku bahagia di bulan
lalu. Entah karena apa aku merasakan kesalahan itu, mungkin berkat kejujurannya
atau karena kepoku yang tak terbendung padanya.
Bulan itu aku lalui dengan hati bimbang tak menentu, sebuah
perasaan yang tidak selayaknya tercipta kupaksa hilang, enyah dari sudut
hatiku. Bulan selanjutnya aku lalui hariku untuk terus dan selalu fokus pada
studiku, meski tidak dipungkiri warna dalam organisasi serta perasaan turut
andil dalam perjalananku. Aku menghabiskan waktuku hanya untuk kuliahku,
organisasiku dan sejenak perasaanku. Tersadar bahwa perasaanku yang tumbuh dan
tidak tepat itu semakin nyata ada, dan entah bagaimana caranya menghilangkan
semuanya itu. Perasaanku kubiarkan menggantung sendiri tanpa kepastian yang
ingin kuteguhkan. Kunikmati perjalanan hidupku semampuku dan sekuatku, ku tak
ingin rapuh hanya karena kebimbangan.
Kunikmati bulan selanjutnya. Waktuku habis untuk rutinitas
organisasi yang cukup menyita waktu. Tak kupaksa semua tenagaku untuk itu,
sesekali pikiranku dan konsentrasiku terfokus untuk mengurusi segala bentuk
perasaan yang tiba-tiba menyerbu hati. Segala macam kebimbangan memang muncul,
namun seketika enyah begitu saja dengan sebuah kenyataan yang menceritakan
kehadiran teman yang kuanggap lebih dari sekedar teman itu. Hadirnya mewarnai
setiap lembar ceritaku. Bukan lagi kebimbangan, bukan lagi merasakan ada yang
salah dalam hati dan perasaan dan bukan lagi memikirkan salah atau tidak
perasaan ini terus tumbuh. Yang aku pikirkan hanyalah senyum ikhlasku untuk
sebuah pertemuan, senyum bahagia yang kurasakan yang jujur itu benar-benar
bahagia, benar-benar tulus ikhlas dan tak terlupakan. Iya memori itu selalu
melekat erat dalam setiap kenangan hidupku ditahun ini. Inilah kebahagiaanku
yang berbeda.
Selanjutnya aku mencoba meyakinkan diri, bahwa perasaan itu
menjadi salah karena aku sendiri yang menyebabkan. Kesadaran itu mulai
terbangun hingga akhirnya aku berpikir akan segala keegoisan dan kesenanganku
semata, tanpa mempedulikan orang diluar sana yang terluka akibat ulahku. Iya
ada wanita diluar sana yang terluka karena keegoisanku untuk terus dan tetap mempertahankan
perasaanku yang nyata-nyata memang salah. Sebuah pembelaan diri bahwa, aku
tidak mungkin memiliki perasaan yang nyatanya salah ini jika tidak
diperkenankan perasaan ini terus tumbuh. Namun nyatanya perasaan ini tumbuh
subur tanpa ada kecaman kuat dari pihak-pihak yang terkait. Apadaya aku
menyebabkan orang lain terluka, dan aku menyadari hal itu nyata. Kuredam setiap
egoku yang menguasai setiap perasaanku, aku mengalah. Aku melepaskan setiap
keputusan yang diberikan temanku itu dengan keikhlasan. Hanya doa yang selalu
kupanjatkan untuk semua kebaikan yang akan tercipta kelak. Sakit yang
dianugerahkan Tuhan mungkin adalah salah satu cara untuk mengingatkanku yang
selama ini terpuruk dengan ego. Perlahan kulepaskan setiap perasaan yang salah
itu, namun disisi terdalam hati kecilku menjerit, tak ingin membohongi diri
sendiri bahwa memang bukan hal itu yang sebenarnya aku rasakan. Aku tidak ingin
melepas semua perasaan yang salah ini, namun diam adalah cara terbaik untuk
mengekspresikan. Doa adalah lisan yang bisa kupanjatkan untuk menyampaikan
perasaan itu.
Bulan Ramadhan, penuh berkah. Benar adanya, meskipun
perlahan perasaan kuredam, namun tidak semudah itu perasaanku hilang, tidak
semudah itu ketulusan meluruh begitu saja. Aku termenung dalam diam, bersujud
memanjatkan doa untuk segala hal yang terbaik untukku dan temanku ini. Bulan
penuh rahmat ini aku manfaatkan untuk terus mengalihkan fokus perasaan yang
kian hari sulit untuk dibendung. Komunikasi yang terus terjaga tidak bisa
mengalihkan setiap perasaan yang tulus itu. Kehadiran orang lain tak mampu
mengubah perasaan ini. Entah apa yang menyebabkan semua ini terjadi, sebegitu
tuluskah aku terhadap setiap perasaan ini? Tuhan yang selalu tahu apa yang
sebenarnya terjadi.
Maaf menjadi warna dalam bulan ini. Seolah maaf telah
diobral dibulan ini, moment yang
tepat untuk mengakui semua kesalahan yang telah diperbuat dan memohon maaf atas
segala sikap yang salah. Moment itu
pulalah yang menjadikan perasaan ini kembali bergejolak. Tidak ada rasa
canggung untuk memaafkan dan memohon maaf, karena memang begitulah. Bulan ini
jugalah dimanfaatkan temanku itu untuk kembali berkunjung, kembali memupuk
silaturahmi, dan tidak terasa perasaan yang telah lama dengan sekuat tenaga
kuredam terpupuk dengan segala sikap manisnya terhadapku. Bukan berlebihan,
memang seperti itu yang kurasakan. Bahagia kembali kurasakan, iya bahagia yang
benar-benar bahagia, bahagia yang berbeda.
Bulan inilah menurutku yang menorehkan kesedihan yang tak
terkira. Bukan hanya masalah perasaan, kekacauan yang ada disekililingku
ternyata menjadi penyebab awalnya kesedihan yang bertubi-tubi itu. Aku
menjalani dengan tenang, kuikuti kemana arus kehidupan berjalan, aku menjalani
dengan sepenuh hati, kunikmati setiap liku perjalanan, kunikmati pula setiap
tanjakan didepan. Bulan ini kusibukkan diri dengan peringatan kemerdekaan yang
aku panitiai. Warna tersendiri bagiku bekerjasama dengan kawan-kawan tak
terduga sebelumnya. Mempersiapkan sebuah acara dalam organisasi kampus, menjadi
panitia juga. Dan kekacauan yang terjadi dirumah, serta tugas kuliah yang tiada
henti meminta perhatian, menjadi sederet tumpukan yang turut mewarnai bulan
ini. Lagi-lagi aku menikmati setiap liku dan tanjakan. Aku menikmati setiap apa
yang terjadi, kujadikan pengalaman dan cerita yang suatu saat nanti (termasuk
kali ini) yang bisa kubagikan dengan orang lain.
Penyelenggaraan setiap acara yang kupanitiai hampir
bersamaan, Alhamdulillah semua berjalan lancar, terlepas dari setiap kesalahan
persiapan yang dilakukan dan beberapa kesalahan kecil yang tak berarti fatal
dalam penyelenggaraannya. Perlahan dan satu persatu pikiran itu mulai reda,
namun seiring redanya pikiran-pikiran yang menjadi rutinitasku, kembali aku
bermasalah dengan perasaanku. Aku merasakan aku menyiksa diriku sendiri, aku
menggantungkan perasaan dan ketulusan itu dengan ketidakpastian, komunikasi
berhenti tanpa sebuah sebab yang pasti, entah karena apa dan untuk apa. Perlahan
memahami apa yang terjadi, nyatanya akal ini tak mampu menjawab segala tanya.
Akhir bulan ini, semua tanya terjawab. ‘Kesibukan’ yang tak terelakkan. Oke
memahami apa yang terjadi dengan kepercayaan. Kurapikan perasaan-perasaan serta
ketulusan yang sempat tercecer dengan keputusasaan.
Namun hal itu tidak berlangsung lama, Lost Contact kembali tercipta. Meskipun bukan hilang yang
benar-benar hilang. Sesekali muncul dan berkali-kali hilang. Hingga pada
akhirnya benar-benar hilang. Iya disitulah aku merasakan air mataku tiba-tiba
mengalir tanpa komando. Inilah air mata sebuah kerinduan yang tak terjawab,
kerinduan yang tulus. Entah karena alasan apa aku harus meluapkan setiap emosi
dengan air mata. Aku menghadapi segala sesuatu dengan air mata, hingga kerapuhan
yang menjadi kesan pada diriku saat itu. Kesedihan benar-benar menjadi sedih,
ketika sadar bahwa tepat dibulan ini usiaku bertambah. Mau tidak mau tua itu
pasti dan segala proses yang selama ini aku lalui berasa tidak berarti apa-apa
dalam kehidupanku, nyatanya aku tidak merasakan rasa bahagia yang benar-benar
bahagia, bahagia yang berbeda dan bahagia yang kurasakan pada lebaran belum
lama ini. Bulan ini adalah bulan dimana aku mengakhiri usia belasanku, kemudian
aku memasuki usia duapuluhan. Bukan usia yang pantas untuk bermanja-manja
berfoya-foya dengan kesenangan yang ada. Ini adalah saat dimana mau tidak mau
aku harus merubah setiap pola pikir dalam otakku. Kedewasaan yang harus aku
pilih. Mengetahui kenyataan itu, bukan hal yang menunjukkan kedewasaan jika aku
terus terpuruk dalam kesedihan meratapi hilangnya komunikasi dengan temanku
itu. Usaha apa yang ingin aku upayakan selain berdoa? Selalu hanya doa yang
kupanjatkan, hanya air mata untuk menyampaikan setiap kerinduan, dan hanya itu.
Iya memang hanya itu. Harap yang sungguh luar biasa akhirnya tercipta, tepat
menjadi orang pertama yang memberiku selamat atas bertambahnya usia. Menjadi
sosok special seketika pesan singkat
itu hadir di tengah mimpi yang ternyata kenyataan. Bahagia, iya inilah bahagia
yang aku tunggu yang ingin kurasakan, namun hanya sekejap saja, berganti hari
hal itu lenyap begitu saja. Kehadiran kawan memang tidak kalah memberikan
bahagia, namun bahagianya tidak seperti yang kurasakan sebelumnya, bahagia yang
benar-benar bahagia. Bahagianya kawan adalah bahagia yang sehari-hari memang
kurasakan. Kembali hilang komunikasi terus berlanjut entah sampai kapan
ujungnya.
Bulan selanjutnya masih sama, komunikasi tetap tidak ada.
Tidak ada rutinitas yang tak terlewatkan disetiap aku membuka mata, cek hp iya
selalu itu, bahkan sampai aku merasa putus asa bahwa memang tidak akan pernah
ada komunikasi yang tercipta dengannya lagi. Nasihat-nasihat untuk mulai
melupakan dan menghilangkan perasaan mulai santer dari kawan-kawan. Namun
kembali sudut kecil hatiku menolaknya, dengan segala upaya dan kerasnya hatiku
ingin mempertahankan ketulusan ini. Sebuah keyakinan besar tercipta bahwa akan
ada bahagia yang direncanakan Tuhan untukku kelak. Iya akan ada, meskipun entah
kapan, pasti disaat waktu yang tepat. Kunikmati setiap proses kehidupan ini.
Meskipun air mata akhir-akhir ini sering mengalir tanpa sebuah alasan pasti.
Tanpa alasan pasti? Pada kenyataannya hanya ada satu alasan, teman yang
kuanggap lebih dari seorang teman itu, iya hanya seorang itu yang menjadi alasanku
mengapa aku menjadi seperti ini. Seharusnya bukan alasan yang logis untuk apa
yang telah terjadi selama ini, namun ketulusan telah mengaburkan semua
kenyataan yang ada. Kututup akhir bulan ini dengan event besar yang mempertemukan kawan baru dari seluruh penjuru
negeri ini. Perasaan tentang kesedihan sementara terhapuskan, betul hanya
sementara. Nyatanya dalam acara itu tetap saja ada hal yang mengagetkan, lebih
dari apapun. Sebuah pesan yang dititipkan dari temanku itu, iya pesan yang
dititipkan. Tidak habis pikir kenapa harus dengan cara seperti itu, memang
hanya pesan maaf, bukan hal itu yang kupermasalahkan. Kenapa harus orang lain
yang mendengar maafmu untukku? Kenapa harus orang lain yang lebih dulu mendengar
kata maaf yang seharusnya untukku? Kenapa tidak langsung kepadaku, meskipun
hanya dengan tulisan? Itu jauh lebih bersahaja ketimbang harus menitipkan maaf
pada orang lain. Kekagetan itu kusimpan rapi, hingga sebenarnya air mata ingin
tumpah, namun aku merasa bukan waktu yang tepat untuk menumpahkan semuanya.
Salah orang juga jika aku menumpahkan pada orang yang dititipinya. Tidak aku
respon memang maaf itu, aku anggap semua itu hanya guyonan, mungkin aku salah
bersikap seperti itu, jika iya maaf. Namun aku benar-benar tidak habis pikir
dengan semua sikap itu.
Bulan terakhir ditahun 2014. Keterkejutan dengan sebuah
pesan maaf terkirim pada chat,
untukku. Lama kupandangi apa memang benar ini terkirim untukku, berkali-kali
kubaca dan kuyakinkan diriku. Sengaja
slow respon karena memang aku masih terlempar dalam ketidakpercayaan. Aku
ingin memastikan aku tidak sedang bermimpi ataupun berkhayal dengan semua ini.
Aku ingin memastikan diri bahwa aku tidak hanya sedang berharap tanpa kenyataan
pasti yang selama ini aku lakukan hanya untuk sekedar menghibur diri. Ternyata
memang benar, maaf itu tertulis untukku, tidak langsung kurespon memang, perlu
waktu untuk flashback setiap
kekecewaan, namun lagi-lagi perasaan dan ketulusanlah yang membuat maaf itu
tercipta. Kembali komunikasi terjalin hingga kini dipenghujung tahun, meskipun
tidak seramah dan sebaik biasanya, saat awal tahun aku mengenalnya. Mungkin
butuh waktu untuk menyesuaikan segalanya.
Diakhir tahun ini aku hanya ingin berbagi bahwa memang tahun
ini menciptakan kontras perasaan yang cukup kentara, antara bahagia yang
benar-benar bahagia dan sedih yang tak terkira. Namun aku menikmati setiap
proses yang telah aku lalui. Aku tidak pernah menyesal dengan setiap proses
yang telah terjadi. Akan kujadikan pelajaran dan pengalaman untuk ceritaku
nanti. Aku percaya bahwa bahagia akan tercipta setelah ini. Tuhan memiliki
rencana yang jauh lebih indah dari sekedar apa yang kita harapkan. Tuhan
memiliki cara sendiri dan waktu yang tepat untuk setiap kebahagiaan yang telah
dipersiapkan. Yakin pada segenap ketulusan ini, bahwa semua akan indah pada
waktunya. Yakin bahwa Bahagia itu Ada...
***
Hope for 2015
Semua akan baik-baik saja
Senyum selalu mewarnai setiap langkah
Bahagia selalu tercipta dalam
perlajanan setiap proses
Bismillah For Everything :)