Rabu, 20 Januari 2016

Adalah...

Adalah... 

Adalah hal yang aku benci, ketika sudah berusaha sekuat hati melupa, begitu saja sirna dengan sapaan sederhana. 
Tidak semudah itu juga hatiku berbalik rasa, kembali seperti semula.
Namun tak perlu mengelak bahwa semua secara seketika menjadi berbeda.
Bukan bermaksud memiliki keinginan untuk mengulang hal yang sama.
Aku hanya merasa bahwa mau tidak mau hal ini harus terjadi. Membiasakan diri untuk kembali bersilaturahmi tanpa mempermasalahkan hati.

Bukankah indah persahabatan tanpa saling merugikan apapun. Sekalipun berkonflik sahabat sejati akan kembali seperti sedia kala.

Andai pilihan itu datang sebelum adanya kejadian. Akupun akan tetap memilih cerita ini untuk kujalani. Meskipun semua di luar ekspektasi, namun ada pengalaman yang membelajarkan. Bahwa untuk bahagia tidak perlu merebut kebahagiaan orang lain. Ada banyak cara untuk menjadi bahagia tanpa ada orang lain yang tersakiti.

Dengan kisah itu, aku menjadi mengerti apa arti nasehat dari seorang sahabat.
Arti komunikasi dengan orang tua tentang masalah hati.
Mengerti bahwa hati tak selamanya harus dituruti.
Karena apa yang dirasakan hati justru terkadang menyakiti.

Bukan hal yang disengaja memang, tapi begitulah cara Tuhan mengingatkan, bahwa ada hal lain yang harus diprioritaskan. Ada tanggung jawab yang mesti dikerjakan.

Aku bersyukur dengan kisah selama ini. Terus berdiam diri menyibukkan diri, berkreasi sesuka hati, menyelesaikan apa yang harus segera dituntaskan. Memainkan skala prioritas untuk mendesain langkah kedepan. Meskipun kesibukan diri yang kulakukan adalah dalam rangka melupakan suatu hal. 

Aku merasa keadaan seperti ini adalah keadaan yang membahagiakan tanoa suatu hal permasalahan.
Ketika kawan sejawat galau masalah percintaan aku justru tak pernah merasakan hal demikian.

Permasalahan terbesarku di waktu kecil adalah PR yang tak terselesaikan. Begitu juga dengan masa sekarang, permasalahan terbesarku adalah revisi yang tak kunjung usai.

Aku merasa bahagia dengan apa yang kualami saat ini, karena dengan ini aku merasa bahwa otak dan hatiku tidak tersita oleh masalah-masalah yang tak menjadi prioritas hidupku.

Bukankah membahagiakan ketika aku berhasil membuat bahagiaku dengan cara bahagiaku sendiri???

Rabu, 09 Desember 2015

LAMA TAK BERSUA

LAMA TAK BERSUA
Terlalu lama aku berdiam menikmati kehidupan indah penuh makna. Sudah hampir satu tahun kubiarkan laman ini usang. Entah karena tidak ada inspirasi yang ingin kutulis ataukah waktu yang kubiarkan terus berlalu begitu saja tanpa sempat menuliskan memori sebagai kenangannya. 
Aku bukan ingin mengakhiri kesukaan menulis fiktifku. Bukan ingin menghilangkan semua kenangan yang tak sempat kutuliskan hingga kurekam menjadi tulisan. Hanya saja aku merasa bahwa perlu ada perenungan atas pengalaman hidup yang cukup membelajarkan. Cukup mendewasakan serta cukup membuat sadar, langkah apa yang sebaiknya ditempuh untuk perjalanan selanjutnya.
Andai perjalanan hidup bisa diulangi kembali tentu aku tidak akan melalui hanya dengan hal-hal yang tidak baik. Namun setiap hal buruk, kesalahan ataupun kekhilafan terjadi adalah untuk membelajarkan, untuk memberi pengalaman dan menunjukkan baik-buruk.
Rasanya ada banyak hal yang seharusnya kutuliskan. Ada banyak kisah yang ingin kubagikan dan banyak pengalaman yang ingin kucurahkan. Kisah-kisah indah yang tak elok jika hanya kupendam sendiri dan kunikmati sendiri.
Selamat datang kembali pada laman yang telah usang. Laman yang berisikan tulisan yang kadang bertujuan berbagi, tulisan fiktif dan tulisan sesuka hati sendiri. 😁😀
Kini saatnya kembali menyalurkan kesenangan menulis. Akan kubagikan ceritaku... 

Selasa, 30 Desember 2014

CATATAN AKHIR TAHUN


CATATAN AKHIR TAHUN

Selama 12 bulan berjalan mengiringi perjalanan hidup. Tahun ini adalah tahun yang luar biasa memberikan pelajaran berharga. Tahun yang memberikan gambaran nyata betapa kontrasnya perasaan bahagia dan sedih. Selama dua puluh tahun ini entah mengapa aku benar-benar merasakan kontrasnya perasaan itu baru di tahun ini. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, perasaan bahagia yang kurasakan hanyalah sekedar bahagia, iya bahagia yang biasa-biasa saja. Begitupula dengan rasa sedih, sedih yang kurasakan tahun sebelumnya hanyalah sedih yang biasa-biasa saja iya sangat biasa yang tidak bermakna apa-apa.
Tahun 2014 adalah tahun yang teramat berharga untuk dilupakan begitu saja. Tahun yang penuh pembelajaran sarat akan makna. Memang aku akui bahwa dalam setiap proses kehidupan yang terjadi dalam 2014 ini tidak kumaknai dengan sempurna, terkadang semua proses yang berjalan justru terlewat begitu saja tanpa sebuah pemaknaan yang berarti.
Menganggap setiap proses adalah pendewasaan diri, namun waktu kuabaikan begitu saja berlalu tanpa pemaknaan yang lebih berarti. Kontrasnya perasaan yang kurasakan justru yang membekas dalam memori jelang detik terakhir tahun 2014 ini. Bersama dengan kutuliskan tulisan ini, sebuah catatan sederhana dipenghujung tahun 2014 aku ingin membagikan kisah sederhana secara singkat apa yang telah aku lalui dalam kurun waktu satu tahun ini, ya di tahun 2014.
Awal tahun 2014 adalah awal yang aku lalui dengan penuh senyum, entah apakah hal itu yang disebut dengan perasaan bahagia. Bersama kawan dekat serta teman yang kumaknai lebih dari sekedar teman, pintu 2014 terbuka dengan disambut senyum yang selalu merekah. Kulalui awal tahun itu dengan penuh suka cita, berharap begitu seterusnya aku menjalani kehidupan di tahun 2014 selanjutnya. Rasa bahagia, iya rasa itu nyata terasa. Bahagia yang benar-benar berbeda, sambutan keluarga terhadap teman yang lebih dari sekedar teman membuatku merasa lega bahwa tidak ada penolakan yang kentara diperlihatkan keluargaku terhadapnya.
Bulan berikutnya masih terasa sedikit bahagia itu. Memang tidak kumaknai bulan kedua itu dengan pemaknaan yang berlebih, apalagi untuk mengabadikan setiap perjalanan kehidupan. Aku menjalaninya dengan enjoy tanpa mempedulikan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Tak terasa bahagia yang kurasakan tidak lagi sebahagia awal bulan ditahun itu. Aku merasakan kejanggalan terjadi pada perasaanku. Iya perasaan yang salah pada teman yang membuatku bahagia di bulan lalu. Entah karena apa aku merasakan kesalahan itu, mungkin berkat kejujurannya atau karena kepoku yang tak terbendung padanya.
Bulan itu aku lalui dengan hati bimbang tak menentu, sebuah perasaan yang tidak selayaknya tercipta kupaksa hilang, enyah dari sudut hatiku. Bulan selanjutnya aku lalui hariku untuk terus dan selalu fokus pada studiku, meski tidak dipungkiri warna dalam organisasi serta perasaan turut andil dalam perjalananku. Aku menghabiskan waktuku hanya untuk kuliahku, organisasiku dan sejenak perasaanku. Tersadar bahwa perasaanku yang tumbuh dan tidak tepat itu semakin nyata ada, dan entah bagaimana caranya menghilangkan semuanya itu. Perasaanku kubiarkan menggantung sendiri tanpa kepastian yang ingin kuteguhkan. Kunikmati perjalanan hidupku semampuku dan sekuatku, ku tak ingin rapuh hanya karena kebimbangan.
Kunikmati bulan selanjutnya. Waktuku habis untuk rutinitas organisasi yang cukup menyita waktu. Tak kupaksa semua tenagaku untuk itu, sesekali pikiranku dan konsentrasiku terfokus untuk mengurusi segala bentuk perasaan yang tiba-tiba menyerbu hati. Segala macam kebimbangan memang muncul, namun seketika enyah begitu saja dengan sebuah kenyataan yang menceritakan kehadiran teman yang kuanggap lebih dari sekedar teman itu. Hadirnya mewarnai setiap lembar ceritaku. Bukan lagi kebimbangan, bukan lagi merasakan ada yang salah dalam hati dan perasaan dan bukan lagi memikirkan salah atau tidak perasaan ini terus tumbuh. Yang aku pikirkan hanyalah senyum ikhlasku untuk sebuah pertemuan, senyum bahagia yang kurasakan yang jujur itu benar-benar bahagia, benar-benar tulus ikhlas dan tak terlupakan. Iya memori itu selalu melekat erat dalam setiap kenangan hidupku ditahun ini. Inilah kebahagiaanku yang berbeda.
Selanjutnya aku mencoba meyakinkan diri, bahwa perasaan itu menjadi salah karena aku sendiri yang menyebabkan. Kesadaran itu mulai terbangun hingga akhirnya aku berpikir akan segala keegoisan dan kesenanganku semata, tanpa mempedulikan orang diluar sana yang terluka akibat ulahku. Iya ada wanita diluar sana yang terluka karena keegoisanku untuk terus dan tetap mempertahankan perasaanku yang nyata-nyata memang salah. Sebuah pembelaan diri bahwa, aku tidak mungkin memiliki perasaan yang nyatanya salah ini jika tidak diperkenankan perasaan ini terus tumbuh. Namun nyatanya perasaan ini tumbuh subur tanpa ada kecaman kuat dari pihak-pihak yang terkait. Apadaya aku menyebabkan orang lain terluka, dan aku menyadari hal itu nyata. Kuredam setiap egoku yang menguasai setiap perasaanku, aku mengalah. Aku melepaskan setiap keputusan yang diberikan temanku itu dengan keikhlasan. Hanya doa yang selalu kupanjatkan untuk semua kebaikan yang akan tercipta kelak. Sakit yang dianugerahkan Tuhan mungkin adalah salah satu cara untuk mengingatkanku yang selama ini terpuruk dengan ego. Perlahan kulepaskan setiap perasaan yang salah itu, namun disisi terdalam hati kecilku menjerit, tak ingin membohongi diri sendiri bahwa memang bukan hal itu yang sebenarnya aku rasakan. Aku tidak ingin melepas semua perasaan yang salah ini, namun diam adalah cara terbaik untuk mengekspresikan. Doa adalah lisan yang bisa kupanjatkan untuk menyampaikan perasaan itu.
Bulan Ramadhan, penuh berkah. Benar adanya, meskipun perlahan perasaan kuredam, namun tidak semudah itu perasaanku hilang, tidak semudah itu ketulusan meluruh begitu saja. Aku termenung dalam diam, bersujud memanjatkan doa untuk segala hal yang terbaik untukku dan temanku ini. Bulan penuh rahmat ini aku manfaatkan untuk terus mengalihkan fokus perasaan yang kian hari sulit untuk dibendung. Komunikasi yang terus terjaga tidak bisa mengalihkan setiap perasaan yang tulus itu. Kehadiran orang lain tak mampu mengubah perasaan ini. Entah apa yang menyebabkan semua ini terjadi, sebegitu tuluskah aku terhadap setiap perasaan ini? Tuhan yang selalu tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Maaf menjadi warna dalam bulan ini. Seolah maaf telah diobral dibulan ini, moment yang tepat untuk mengakui semua kesalahan yang telah diperbuat dan memohon maaf atas segala sikap yang salah. Moment itu pulalah yang menjadikan perasaan ini kembali bergejolak. Tidak ada rasa canggung untuk memaafkan dan memohon maaf, karena memang begitulah. Bulan ini jugalah dimanfaatkan temanku itu untuk kembali berkunjung, kembali memupuk silaturahmi, dan tidak terasa perasaan yang telah lama dengan sekuat tenaga kuredam terpupuk dengan segala sikap manisnya terhadapku. Bukan berlebihan, memang seperti itu yang kurasakan. Bahagia kembali kurasakan, iya bahagia yang benar-benar bahagia, bahagia yang berbeda.
Bulan inilah menurutku yang menorehkan kesedihan yang tak terkira. Bukan hanya masalah perasaan, kekacauan yang ada disekililingku ternyata menjadi penyebab awalnya kesedihan yang bertubi-tubi itu. Aku menjalani dengan tenang, kuikuti kemana arus kehidupan berjalan, aku menjalani dengan sepenuh hati, kunikmati setiap liku perjalanan, kunikmati pula setiap tanjakan didepan. Bulan ini kusibukkan diri dengan peringatan kemerdekaan yang aku panitiai. Warna tersendiri bagiku bekerjasama dengan kawan-kawan tak terduga sebelumnya. Mempersiapkan sebuah acara dalam organisasi kampus, menjadi panitia juga. Dan kekacauan yang terjadi dirumah, serta tugas kuliah yang tiada henti meminta perhatian, menjadi sederet tumpukan yang turut mewarnai bulan ini. Lagi-lagi aku menikmati setiap liku dan tanjakan. Aku menikmati setiap apa yang terjadi, kujadikan pengalaman dan cerita yang suatu saat nanti (termasuk kali ini) yang bisa kubagikan dengan orang lain.
Penyelenggaraan setiap acara yang kupanitiai hampir bersamaan, Alhamdulillah semua berjalan lancar, terlepas dari setiap kesalahan persiapan yang dilakukan dan beberapa kesalahan kecil yang tak berarti fatal dalam penyelenggaraannya. Perlahan dan satu persatu pikiran itu mulai reda, namun seiring redanya pikiran-pikiran yang menjadi rutinitasku, kembali aku bermasalah dengan perasaanku. Aku merasakan aku menyiksa diriku sendiri, aku menggantungkan perasaan dan ketulusan itu dengan ketidakpastian, komunikasi berhenti tanpa sebuah sebab yang pasti, entah karena apa dan untuk apa. Perlahan memahami apa yang terjadi, nyatanya akal ini tak mampu menjawab segala tanya. Akhir bulan ini, semua tanya terjawab. ‘Kesibukan’ yang tak terelakkan. Oke memahami apa yang terjadi dengan kepercayaan. Kurapikan perasaan-perasaan serta ketulusan yang sempat tercecer dengan keputusasaan.
Namun hal itu tidak berlangsung lama, Lost Contact kembali tercipta. Meskipun bukan hilang yang benar-benar hilang. Sesekali muncul dan berkali-kali hilang. Hingga pada akhirnya benar-benar hilang. Iya disitulah aku merasakan air mataku tiba-tiba mengalir tanpa komando. Inilah air mata sebuah kerinduan yang tak terjawab, kerinduan yang tulus. Entah karena alasan apa aku harus meluapkan setiap emosi dengan air mata. Aku menghadapi segala sesuatu dengan air mata, hingga kerapuhan yang menjadi kesan pada diriku saat itu. Kesedihan benar-benar menjadi sedih, ketika sadar bahwa tepat dibulan ini usiaku bertambah. Mau tidak mau tua itu pasti dan segala proses yang selama ini aku lalui berasa tidak berarti apa-apa dalam kehidupanku, nyatanya aku tidak merasakan rasa bahagia yang benar-benar bahagia, bahagia yang berbeda dan bahagia yang kurasakan pada lebaran belum lama ini. Bulan ini adalah bulan dimana aku mengakhiri usia belasanku, kemudian aku memasuki usia duapuluhan. Bukan usia yang pantas untuk bermanja-manja berfoya-foya dengan kesenangan yang ada. Ini adalah saat dimana mau tidak mau aku harus merubah setiap pola pikir dalam otakku. Kedewasaan yang harus aku pilih. Mengetahui kenyataan itu, bukan hal yang menunjukkan kedewasaan jika aku terus terpuruk dalam kesedihan meratapi hilangnya komunikasi dengan temanku itu. Usaha apa yang ingin aku upayakan selain berdoa? Selalu hanya doa yang kupanjatkan, hanya air mata untuk menyampaikan setiap kerinduan, dan hanya itu. Iya memang hanya itu. Harap yang sungguh luar biasa akhirnya tercipta, tepat menjadi orang pertama yang memberiku selamat atas bertambahnya usia. Menjadi sosok special seketika pesan singkat itu hadir di tengah mimpi yang ternyata kenyataan. Bahagia, iya inilah bahagia yang aku tunggu yang ingin kurasakan, namun hanya sekejap saja, berganti hari hal itu lenyap begitu saja. Kehadiran kawan memang tidak kalah memberikan bahagia, namun bahagianya tidak seperti yang kurasakan sebelumnya, bahagia yang benar-benar bahagia. Bahagianya kawan adalah bahagia yang sehari-hari memang kurasakan. Kembali hilang komunikasi terus berlanjut entah sampai kapan ujungnya.
Bulan selanjutnya masih sama, komunikasi tetap tidak ada. Tidak ada rutinitas yang tak terlewatkan disetiap aku membuka mata, cek hp iya selalu itu, bahkan sampai aku merasa putus asa bahwa memang tidak akan pernah ada komunikasi yang tercipta dengannya lagi. Nasihat-nasihat untuk mulai melupakan dan menghilangkan perasaan mulai santer dari kawan-kawan. Namun kembali sudut kecil hatiku menolaknya, dengan segala upaya dan kerasnya hatiku ingin mempertahankan ketulusan ini. Sebuah keyakinan besar tercipta bahwa akan ada bahagia yang direncanakan Tuhan untukku kelak. Iya akan ada, meskipun entah kapan, pasti disaat waktu yang tepat. Kunikmati setiap proses kehidupan ini. Meskipun air mata akhir-akhir ini sering mengalir tanpa sebuah alasan pasti. Tanpa alasan pasti? Pada kenyataannya hanya ada satu alasan, teman yang kuanggap lebih dari seorang teman itu, iya hanya seorang itu yang menjadi alasanku mengapa aku menjadi seperti ini. Seharusnya bukan alasan yang logis untuk apa yang telah terjadi selama ini, namun ketulusan telah mengaburkan semua kenyataan yang ada. Kututup akhir bulan ini dengan event besar yang mempertemukan kawan baru dari seluruh penjuru negeri ini. Perasaan tentang kesedihan sementara terhapuskan, betul hanya sementara. Nyatanya dalam acara itu tetap saja ada hal yang mengagetkan, lebih dari apapun. Sebuah pesan yang dititipkan dari temanku itu, iya pesan yang dititipkan. Tidak habis pikir kenapa harus dengan cara seperti itu, memang hanya pesan maaf, bukan hal itu yang kupermasalahkan. Kenapa harus orang lain yang mendengar maafmu untukku? Kenapa harus orang lain yang lebih dulu mendengar kata maaf yang seharusnya untukku? Kenapa tidak langsung kepadaku, meskipun hanya dengan tulisan? Itu jauh lebih bersahaja ketimbang harus menitipkan maaf pada orang lain. Kekagetan itu kusimpan rapi, hingga sebenarnya air mata ingin tumpah, namun aku merasa bukan waktu yang tepat untuk menumpahkan semuanya. Salah orang juga jika aku menumpahkan pada orang yang dititipinya. Tidak aku respon memang maaf itu, aku anggap semua itu hanya guyonan, mungkin aku salah bersikap seperti itu, jika iya maaf. Namun aku benar-benar tidak habis pikir dengan semua sikap itu.
Bulan terakhir ditahun 2014. Keterkejutan dengan sebuah pesan maaf terkirim pada chat, untukku. Lama kupandangi apa memang benar ini terkirim untukku, berkali-kali kubaca dan kuyakinkan diriku. Sengaja slow respon karena memang aku masih terlempar dalam ketidakpercayaan. Aku ingin memastikan aku tidak sedang bermimpi ataupun berkhayal dengan semua ini. Aku ingin memastikan diri bahwa aku tidak hanya sedang berharap tanpa kenyataan pasti yang selama ini aku lakukan hanya untuk sekedar menghibur diri. Ternyata memang benar, maaf itu tertulis untukku, tidak langsung kurespon memang, perlu waktu untuk flashback setiap kekecewaan, namun lagi-lagi perasaan dan ketulusanlah yang membuat maaf itu tercipta. Kembali komunikasi terjalin hingga kini dipenghujung tahun, meskipun tidak seramah dan sebaik biasanya, saat awal tahun aku mengenalnya. Mungkin butuh waktu untuk menyesuaikan segalanya.
Diakhir tahun ini aku hanya ingin berbagi bahwa memang tahun ini menciptakan kontras perasaan yang cukup kentara, antara bahagia yang benar-benar bahagia dan sedih yang tak terkira. Namun aku menikmati setiap proses yang telah aku lalui. Aku tidak pernah menyesal dengan setiap proses yang telah terjadi. Akan kujadikan pelajaran dan pengalaman untuk ceritaku nanti. Aku percaya bahwa bahagia akan tercipta setelah ini. Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah dari sekedar apa yang kita harapkan. Tuhan memiliki cara sendiri dan waktu yang tepat untuk setiap kebahagiaan yang telah dipersiapkan. Yakin pada segenap ketulusan ini, bahwa semua akan indah pada waktunya. Yakin bahwa Bahagia itu Ada...
***
Hope for 2015
Semua akan baik-baik saja
Senyum selalu mewarnai setiap langkah
Bahagia selalu tercipta dalam perlajanan setiap proses
Bismillah For Everything :)



Kamis, 25 Desember 2014

SEMUA TENTANG KESEDERHANAAN #14



SEMUA TENTANG KESEDERHANAAN

Bahagia itu sederhana. Ya sangat sederhana, sesederhana ketika kita lapar terus makan dan kemudian kenyang, sudah sesederhana itulah bahagia. Tidak perlu sesuatu yang mewah untuk merasakan sebuah kata sarat makna yang menjadi dambaan setiap manusia, yaitu bahagia. Segala upaya dilakukan untuk memperoleh rasa bahagia tersebut. Bahkan untuk mengetahui tingkat kebahagiaan, perasaan yang menurutku sangat abstrak itupun bisa diangkakan dengan sebuah nama indeks kebahagiaan. Bahagia memang memberikan dampak positif bagi diri dan mindset. Entah apa pengaruhnya, mungkin karena kebahagiaan yang aku rasakan berkaitan dengan sosok yang kukagumi yaitu Bony. Namun kebahagiaan bersama Bony tidak berlangsung lama denganku, mungkin ada rasa bahagia yang ditemukan Bony pada orang lain yang bukan bersama Luluk sepertiku. Namun bahagiaku tidak hanya kudapatkan dari Bony, aku menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan dari hal-hal yang sederhana. Bercanda bersama kawan dan sahabat, menghabiskan waktu sekedar westing-time, dan hal-hal sederhana lainnya.
Sebaliknya, sedih bisa dirasakan karena hal sederhana pula. Sangat sederhana, ketika kebohongan tak direncana tercipta untuk orang tua, seperti itulah sedih karena hal sederhana. Ketika rasa rindu tak terbendung, dan tak ada kata yang bisa menggambarkan, kemudian air mata yang mewakili, sesederhana itulah rasa sedih. Dan itulah kenyataan yang akhir-akhir ini memang sering aku alami. Ya, aku merasa memang hanya itulah yang bisa aku lakukan terhadap orang tuaku mengingat hubunganku dengan Bony memang tak lagi seperti dulu. Kemudian memang hanya air mata yang selalu melukiskan rasa rindu yang bertumpuk hingga aku tidak bisa menahannya sedirian, yang kemudian begitulah hati merasakan rasa sedih yang tak terkira. Bony memang menjadi alasan mengapa aku harus menyampaikan rindu dengan air mata dan hati merasakan sedih. Ketulusan ini yang menjadi kekuatan mengapa aku tetap bertahan dengan air mata dan rasa sedihku.
Berniat untuk tetap fight, dan tidak ingin menunjukkan kontrasnya bahagia yang kuciptakan dan rasa sedih yang sengaja menyambar. Namun raut wajah serta sorot mata terkadang menjadi salah satu indera kejujuran. Namun senyum dan tawa yang kuciptakan sebagai topeng bahagiaku menjadi andalanku menahan rasa sedih yang sering kali menyambar, ketika memori memutarkan video kenangan yang pernah kulalui. Ya Bony, Bony dan Bony. Hanya satu sosok yang terus membayangiku dalam setiap memori yang menjadi kenangan bahagiaku. Jujur aku tidak pernah menyesali setiap apa yang telah aku lewati bersama Bony. Melewati masa bahagia bersama Bony adalah sebuah kesederhanaan yang kurindukan. Kesederhanaan yang ingin kuulang kembali dengan senyum sebagai hiasan dalam kesederhanaan itu. Sebuah kesederhanaan yang menjadi sebuah moment tak terlupakan yang senyatanya terus menyingkap kembali kenangan yang terus membayangiku.
Aku juga tidak pernah menyesali rasa sedih yang tercipta yang menyangkut sosok Bony. Aku tidak pernah menyesali setiap butir air mata yang mengalir untuk sebuah rasa rindu yang tak terbalaskan. Sebuah ketulusan yang terus menguatkan aku, rasa sayang pulalah yang terus menopangku dalam kerapuhan.  Sedih memang menjadi sesak dalam dada, perih dalam hati yang senyatanya tidak mungkin bisa dipungkiri. Sedih adalah gelombang ketika melewati sebuah perjalanan. Dan inilah jalan yang aku pilih, memilih untuk tetap bertahan pada sebuah ketulusan dan rasa sayang, serta bertahan dalam sebuah kenangan sederhana. Kesederhanaan yang memikat setiap mata serta hati.
“Jodoh itu sudah ada yang mengatur, jalan itu akan ada ketika Tuhan telah mengizinkan pada waktu yang tepat. Terus perbaiki kualitas diri, semua akan indah pada waktunya. Mboten pareng ngeluh nduk...” wejangan singkat dari orang tua, merupakan sebuah suntikan penopang kerapuhan hati. Meskipun orang tuaku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Bony, kadang wejangan-wejangan orang tua justru mengisyaratkanku untuk kuat menjalani perjalanan kehidupan. Mengeluh bukan sebuah solusi, menjalani dengan ikhlas hati adalah solusi.
***
Sederhana yang mempertemukan, sederhana yang memisahkan, dan sederhana pula yang akan menyatukan kembali jika diizinkan sang Maha Kuasa. Pertemuan yang sederhana justru memberikan kesan yang menjadi awal sebuah rasa ketulusan. Kesederhanaan menjadi sebuah pertemuan pula yang menjadi saksi dimana hati tertaut pada sebuah pilihan. Kesederhanaan yang mengiringi setiap proses yang aku dan Bony lalui. Cerita yang tercipta, semua tertulis secara sederhana dalam hati. Dan waktulah yang menciptakan kesederhanaan diantara aku dan Bony, maka waktu jugalah yang memusnahkan kesederhanaan diantara aku dan Bony. Sederhana yang memisahkan aku dan Bony, ya sangat sederhana. Sesederhana ketika pesan singkat tak berbalas selama hampir 5 bulan. Hanya karena hal sederhana itulah bahagia terrenggut begitu saja berganti menjadi sedih. 5 bulan bukan waktu yang singkat hanya karena sebuah alasan sederhana itu.
Kesederhanaan yang akan menyatukan kembali jika Tuhan mengizinkan. Ini adalah sebuah harapan, bukan sebuah realita yang telah tercipta. Hanya saja hati berbicara, ingin harapan itu lekas menjadi sebuah realita. Hati ini ingin merasakan betapa bahagiannya dihidupkan kembali dalam bahagia bersama Bony. Aku menginginkan sebuah kesederhanaan yang akan menyatukan aku dan Bony, meskipun bukan sebagai sepasang yang saling berbalas perasaan, cukup sebagai kawan yang berteman tanpa sebuah kesalahpahaman, itu lebih dari cukup.
Semua memang tentang kesederhanaan, akupun kini menanti rasa harap dengan sederhana. Sesederhana dengan apa yang aku lakukan dalam sebuah penantian, yaitu hanya terus berdoa dan berdoa, memohon agar Tuhan mengizinkan dan mempertemukan aku dan Bony kembali. Hanya untuk sekedar bertutur sapa, memohon maaf atas segala kesalahan yang aku perbuat kepadanya. Memohon agar aku diberikan kesabaran atas semua rasa rindu yang memang lama terpendam dan tak tersampaikan. Memohon agar aku diberikan kekuatan ditengah kerapuhan hati, dan memohon untuk tetap membiarkan rasa ketulusanku terhadap Bony tetap singgah dalam hati. Jika Tuhan memang punya rencana lain, perlahan aku ingin mengikuti setiap skenario yang telah digariskan Tuhan, tapi semua butuh proses dan waktu yang cukup lama. Tetap kuatkan hatiku Ya Tuhan...
“Percaya rencana Tuhan jauh lebih indah dari apa yang kamu inginkan. Terus berdoa dan berusaha untuk memperbaiki diri dan melakukan hal positif adalah langkah tepat untuk mengalihkanmu pada rasa sedih yang seringkali menghampiri. Luluk harus menjadi pribadi yang semakin dewasa dengan setiap gelombang perjalanan, Oke?”
“Rindu, aku bangga memiliki kawan sepertimu. Bahagiaku kini tercipta lewat berbagi denganmu. Terima kasih untuk kesabaranmu mendengarkan keluh kesah, dan tangis air mata. Terima kasih telah memberiku semangat dan nasihat yang kadang terabaikan oleh perasaan. Terima kasih untuk segalanya. You’re my best.”
“Aku yang berjanji untuk tetap mendukungmu, jalan apapun yang kamu pilih. Dan hanya hal sederhana itulah yang bisa kulakukan.”
Kesederhanaan memang menjadi lem perekat pertemanan kami, sederhana pulalah yang menyatukan pikiran-pikiran kami yang kadang  berseberangan. Kami bersyukur atas kesederhanaan pula pertemanan kami langgeng, dan banyak hal yang kami lalui dengan kesederhanaan hingga menciptakan rasa bahagia. Sedih bisa kita minimalisir dengan menciptakan bahagia atas sebuah kesederhanaan. Jika Bony bukan pilihan Tuhan untuk menjadi pasangan yang saling berbalas perasaan yang memiliki ambisi meraih kebahagiaan dengan kesederhanaan bersamaku, aku tetap memohon jadikan Rindu sebagai kawan yang selalu mengiringiku berjalan meraih kebahagiaan lain dengan kesederhanaan bersama orang lain. Jangan jadikan pertemananku dengan Rindu mengalami hal yang sama dengan aku dan Bony. Memang Rindu dan Bony memiliki kesamaan meskipun nyatanya berbeda. Bony adalah orang yang kurindu, sedangkan Rindu adalah kawan yang meyadarkanku bahwa rinduku tak mungkin berbalas. Meskipun aku tahu Rindu bukanlah wanita yang kuat, tegar dan selalu penuh senyum, namun aku yakin dia tidak serapuh aku yang nyatanya aku tidak bisa menahan kerapuhan dengan sikap yang sederhana.
Semua tetang kesederhanaan. Semua terlihat begitu simple, namun nyatanya hati dan perasaan tidak sesederhana apa yang aku lakukan. Hati dan perasaan yang begitu kompleks sulit untuk dipahami dan aku merasa telah lelah jiwa ini untuk terus mengikuti apa yang menjadi gejolak hati. Masih dalam tahap proses untuk menyederhanakan setiap gejolak hati dan perasaan. Semoga apa yang menjadi niat hati diberikan kemudahan dan kelancaran untuk sebuah kesederhanaan yang bersahaja.
***


Minggu, 14 Desember 2014

TERPENJARA KENANGAN #13



TERPENJARA KENANGAN

Sudah cukup lama aku terdiam dalam ketidakpercayaan, apa yang telah Bony putuskan. Cukup lama aku memahami apa yang sebenarnya menjadi alasan dibalik kepastian yang mengiris hati ini. Bukan waktu yang sebentar untuk kembali menata hati pasca keputusan yang diberikan Bony kepadaku. Bukan hanya sesekali bahkan berkali-kali aku berkaca dan bertanya ‘Apa yang sebenarnya terjadi? Ataukah memang seorang Luluk sepertiku tidak pantas mengenal Bony? Sosok yang tidak hanya aku sayang tetapi juga sosok yang dikagumi oleh orang tuaku?’ Ahh aku terlalu berlarut dalam keadaan seperti ini, hingga tanpa sadar cukup banyak waktuku berlalu hanya untuk meratapi apa yang telah Bony lakukan terhadapku. Bukan perkara mudah memang, melupakan sosok Bony. Dia adalah satu-satunya orang yang memiliki karakter mirip dengan Bapakku, baru satu orang itu yang aku temukan benar-benar mirip dengan Bapakku, lelaki yang memang menginspirasiku. Selain itu, Bony adalah satu-satunya teman lelaki yang terus menjadi perhatian orang tuaku, selain tutur katanya yang santun, Bony selalu menunjukkan sikap yang sopan dan menghargai kedua orang tuaku. Perhatiannya tidak hanya terhadapku tetapi juga terhadap orang tuaku, kepeduliannya kepada orang tuaku dan semua perlakuan terhadap orang tuaku memang menjadi nilai tersendiri bagi orang tuaku.
Pembahasan tentang Bony sampai sekarang memang tidak berhenti dibahas oleh orang tuaku, seringkali pertanyaan tentang Bony terlontar kepadaku. Mereka memang belum tahu kondisi sebenarnya antara aku dan Bony saat ini. Orang tuaku memang belum mengetahui bahwa aku dan Bony sudah hilang komunikasi cukup lama tanpa sebuah sebab yang pasti. Yang jelas pasca keputusan yang Bony berikan kepadaku, aku dan Bony sempat menjalin komunikasi cukup intensif dan terlihat kita berteman baik-baik saja. Bahkan sempat menghabiskan waktu bersama Bony dan kawan-kawannya. Namun waktu berlalu begitu saja, tanpa alasan yang jelas dan pasti, komunikasi terhenti. Tidak ada kata terakhir, ataupun alasan yang melatarbelakangi semua ini terjadi. Aku sendiri juga belum memiliki nyali untuk berani mengatakan apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Bony. Selama ini aku terus membiarkan tanda tanya dibenak orang tuaku, aku membiarkan semua kesalahpahaman hidup disekelilingku. Tidak hanya orang tuaku namun juga kawan-kawanku. Menanggapi pertanyaan orang tua yang terkadang perlu memutar otak lebih cepat seringkali menjadi tekanan tersendiri bagiku. Kadang kebohongan demi kebohongan terlontar untuk sebuah tanya. Rasa bersalah terus membayangiku akan kebohongan itu, namun apa daya kata ‘Embuh’ tak cukup merepresentasikan apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Bony.
“Rin, gmana menurutmu, aku harus bagaimana?” pertanyaan itu yang berkali-kali aku lontarkan kepada kawanku Rindu. Dan dia selalu memberikan jawaban yang sama.
Move On girls. Kamu terlalu banyak menghabiskan waktu hanya untuk memikirkan orang yang belum tentu memikirkanmu juga. Ingat Life must go on!! Tidak semua apa yang kamu harapkan dan inginkan akan menjadi yang terbaik bagi kamu”.
“Tapi Rin, tidak mudah untuk lupa dan Move On dari Bony”.
“Aku tau, aku paham dan aku mengerti apa yang kamu rasakan saat ini. Kamu memikirkan tanggapan keluargamu kan? Kamu juga terlalu memikirkan rasa sayangmu yang sudah terlanjur tulus kepada Bony kan? Kamu juga terlalu terjebak, terpenjara oleh kenangan yang kamu lalui bersama Bony kan? Ingat, kamu juga harus ingat satu hal, bahwa kamu dan Bony sudah Lost Contact. Bony secara tidak langsung ingin melupakanmu, menghapus namamu dan menghapus semua tentangmu dengan mengakhiri komunikasi denganmu. Bony bahagia bersama Vani yang nyatanya bisa membuat Bony lupa tentangmu. STOP galau Please!! Lupakan sejenak permasalahan tentang orang tuamu, setelah berjalannya waktu dan kamu sudah dipertemukan dengan lelaki yang pas, baru kamu jelaskan yang sebenarnya pada orang tuamu”.
“Tidak semudah itu Rin, aku tau Bony sudah melupakanku, aku juga sadar aku hanya terjebak kenangan tentang Bony. Tetapi aku juga tidak bisa memungkiri bahwa aku belum bisa lupa tentang Bony, aku belum bisa lepas dari bayang-bayang Bony. Intinya aku masih sayang sama Bony”.
“Aku hanya berkapasitas sebagai kawanmu Luk, jadi apapun langkah yang akan kamu pilih dan jalani aku serahkan pada kamu. Aku juga tidak ada hak untuk memaksamu, aku hanya memberikan masukan kepadamu dan aku hanya ingin menyadarkanmu bahwa Bony tidak se-perfect bayangan dan ekspektasimu. Semoga air matamu tidak terlalu sia-sia hanya untuk menangisi lelaki macam Bony”.
“Rin... maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk tidak mengikuti saranmu, hanya saja...”
“Aku paham Luk, semua memang butuh waktu, enjoy your life. Mungkin ini memang jalan yang harus kamu lalui, maka nikmatilah. Aku akan selalu menemani perjalananmu, apapun jalan yang kamu pilih”.
Tidak ada hal yang bisa aku lakukan kecuali menangis. Ya, menangis menjadi kebiasaan yang pasti dihafalkan oleh kawanku Rindu, ketika pagi-pagi dikampus mataku terlihat membengkak. Bisa ditebak bahwa rinduku kepada Bony tiba-tiba melanda dan hatiku tak kuasa menahan apa yang kurasa, yang akhirnya hanya kulampiaskan dengan air mata. Sudah menjadi hal biasa bagiku menyampaikan rindu dengan air mata, meskipun aku tau bahwa Bony tidak akan pernah merasakan apa yang aku rasakan. Aku berkali-kali berkaca diri, memantasan diri, dan memang benar aku bukanlah orang yang pantas untuk Bony. Bony terlalu sempurna hanya untuk bersama seorang Luluk sepertiku, tapi apa daya kekuatan dan gejolak perasaan yang tak bisa dikontrol hingga sebuah ketulusanpun tidak mampu dilunturkan dengan sebuah kenyataan.
Memahami bergulirnya waktu, berharap akan ada penjelasan yang mampu diterima logika dan perasaan. Bukan dengan sebuah tindakan, karena aku merasa apa yang aku lakukan hanyalah sia-sia. Mencoba mengikuti permainan apa yang sedang Bony rancang, atau tetap menikmati berjalannya skenario Tuhan tentang apa yang harus aku jalani dalam sebuah perjalanan. Keyakinan bahwa akan ada waktu dimana kebahagiaan pasti menghampiri, setidaknya menjadi jeratan harapan yang terus menahanku untuk tetap bertahan pada sebuah ketulusan. Benar, ketulusan perasaanku terhadap Bony yang memang sulit untuk kuhilangkan.
Tiada harap yang paling kuharapkan saat ini, hanya ingin sebuah kata penjelasan dari Bony tentang apa yang terjadi. Jika memang titik kesalahan ada pada diriku, bicaralah. Akan kuusahakan untuk terus memperbaiki kualitas diriku, aku tidak mengharap lebih untuk kau balas perasaan ini, aku hanya ingin tau apa yang menyebabkan semua ini terjadi, agar aku memiliki alasan yang cukup kuat untuk menjelaskan kepada orang tuaku. Jika aku menjadi orang yang tidak peka, maafkanlah. Inilah aku dengan segala kekuranganku, semoga seiring berjalannya waktulah yang akan mendewasakanku menghadapi semuanya.
Aku percaya bahwa Bony adalah orang yang baik, orang yang tidak pantas mendapatkan hujatan dan makian hanya karena suatu hal yang tidak kuketahui alasan dan penyebabnya. Bukan karena disebabkan perasaanku terhadap Bony, hanya saja ini adalah sebuah keyakinan. Namun ketika kenyataan telah menunjukkan yang sebenarnya, aku menerima dengan lapang. Mungkin ini adalah jalan kita, jalan Bony untuk membangun bahagianya bersama orang yang dia sayangi (mungkin itu Vani) dan inilah jalanku yang tetap menikmati kesendirianku. Belajar memahami waktu, belajar memahami proses pendewasaan diri, dan belajar menghargai apa yang terjadi dalam sebuah kehidupan ini. And Back on the track.
***
Kenangan. Bukan masalah indah dan pilu, kenangan adalah apa yang telah dilalui dengan atau tanpa orang yang kita sayang. Pernah menjalani sebuah perjalanan bersama orang tersayang bukan berarti apa yang aku jalani tanpa orang tersayang tidak disebut kenangan. Jauh sebelum mengenal orang tersayang aku hidup sendiri, bersama teman, kawan dan sahabat. Aku merasakan bahagia dan menjalani perjalanan tentu menyisakan kenangan. Ketika mulai mengenal sosok yang tersayang kenangan menjadi sebuah bayang yang tak mudah untuk dihilangkan. Entah karena dengan sebuah ketulusan atau memang karena sayang yang mulai berbeda kadar. Aku sendiri tidak paham. Yang jelas, kenangan terkadang menjebakku menjadi pribadi yang rapuh. Pribadi yang tidak sekokoh dulu, saat aku belum mengenal orang tersayang (Bony).
“Luluk yang sekarang adalah wanita yang rapuh, mudah sekali menangis karena perasaan, tidak setegar dulu.” Kalimat yang cukup menyadarkanku. Semua itu terlontar dari kawan-kawan yang memang mengikuti perjalanan hidupku terutama perjalanan perasaan dan hatiku.
Tanpa kusadari setelah apa yang menimpaku itu, aku telah terpenjara oleh sebuah kenangan yang cukup lama. Aku terpenjara oleh sebuah harap, yang justru mengurungku untuk terbang bebas. Aku terlalu berlarut mengikuti alur hati yang terombang-ambing oleh keadaan. Labil akan perasaan yang menjadikan diri menjadi berantakan. Bukan masalah perasaan, tetapi sebuah perubahan yang harusnya sebuah pendewasaan. Namun kerapuhan hati bukan sebuah indikasi pendewasaan.
Entah apalagi yang harus aku tulis dalam kisah ini, yang jelas untuk saat ini aku lelah untuk terus dan selalu memahami perasaan dan hati ini. Aku lelah mengikuti perasaan ini, aku bosan hidup dibawah kontrol perasaan yang tidak menentu. Terjebak dalam sebuah harapan sudah terlewatkan dan kini aku kembali terjebak dalam penjara, ya terpenjara dalam sebuah kenangan. Dan aku hanya ingin menikmati kesendirian ini dalam sebuah penjara kenangan.
***